Ketika kemaren penulis mengecek harga saham yang sudah jual jenuh atau "turun banyak" dengan indikator stochastic (ya, saya juga terkadang menggunakan indikator teknikal, walaupun pada dasarnya seorang fundamentalis, lebih sering hanya untuk mengetahui saham-saham yang sudah turun jauh), salah satu saham yang menarik perhatian adalah JSMR ini, dimana pada saat itu harganya ditutup pada 4.290, turun jauh dari puncak harganya 6.725 pada November 2017, atau sudah turun lebih dari 35% dalam 5 bulan!
Terakhir kali JSMR turun dalam yaitu pada tahun 2015, dimana saat itu JSMR juga turun hampir 35%, tetapi butuh waktu satu tahun bagi JSMR untuk dapat turun sejauh itu. Dan apabila kita bandingkan penurunan saat ini turun 2 kali lebih cepat dibandingkan tahun 2015. Apakah dengan harganya ini JSMR menjadi peluang?
Sebelumnya, mari kita berbicara tentang JSMR ini terlebih dahulu.
Sejarah JSMR dimulai pada tahun 1978, dimana pemerintah kala itu membangun Tol Jagorawi yang menghubungkan Jakarta-Bogor-Ciawi, dengan menggunakan anggaran pemerintah dan pinjaman luar negeri, yang kemudian diserahkan kepada Jasa Marga sebagai penyertaan modal. Walaupun telah berdiri cukup lama, Jasa Marga lebih berperan sebagai lembaga otoritas yang memfasilitasi investor-investor swasta yang sebagian besar justru gagal menyelesaikan proyeknya, sehingga beberapa jalan tol seperti JORR dan Cipularang akhirnya diambil alih oleh Jasa Marga.
Baru pada tahun 2005, setelah pemerintah menerbitkan peraturan yang mengatur tentang jalan tol, dimana peran otorisator dikembalikan kepada pemerintah, sehingga konsekuensinya Jasa Marga menjalankan fungsi sebagai perusahaan pengembang dan operator jalan tol yang terlebih dahulu harus mendapatkan ijin penyelenggaraan tol dari pemerintah. Akhirnya sejak saat itu, dan sampai sekarang, pembangunan dan pengoperasian jalan tol didasarkan pada prinsip investasi dimana perusahaan-perusahaan akan berinvestasi pada jalan-jalan tol dengan tingkat kelayakan pengembalian investasi sesuai dengan masa konsesi.
Proses untuk mendapatkan konsesi ini harus melalui pembentukan entitas bisnis usaha sendiri (dan ini penyebab kita seringkali melihat plang-plang perusahaan yang berbeda seperti PT Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (JLJ), Marga Lingkar Jakarta MLJ di tol-tol yang kita lewati karena beda ruas tol beda pemiliknya). Caranya dengan mengikuti tender-tender jalan tol yang diadakan pemerintah, ataupun akuisisi kepemilikan saham-saham pada ruas-ruas tol potensial. Pada tahun 2007, JSMR akhirnya melakukan IPO untuk ekspansi dan penambahan modal, dan sejak saat itu perusahaan rutin menambah jumlah konsesi jalan tol baru. Dan sampai desember 2017, JSMR memegang hak konsesi untuk 33 ruas jalan tol sepanjang 1.497Km, dimana 680Km diantaranya sudah beroperasi.
Selain bisnis jalan tol, JSMR juga mengoptimalkan pendapatan dari bisnis perawatan jalan tol (Jasa Marga Toll Road Maintenance), bisnis properti, dan bisnis operator jalan tol. Jadi dapat diringkas, pendapatan Jasa Marga terutama berasal dari retribusi transaksi kendaraan yang melewati jalan tol, lalu jasa kontruksi, pemeliharaan dan pengoperasian jalan tol, serta pendapatan dari sewa lahan, iklan dan rest area.
Oke cukup tentang JSMRnya. Jadi bagaimana JSMR ini ke depan?
Turun dalamnya JSMR ini penyebabnya tidak lain adalah kabar bahwa pemerintah akan menurunkan tarif tol pada April ini (tapi sampai artikel ini dibuat, pemerintah belum meluncurkan keputusan resmi apapun). Dan kabar tersebut juga berbarengan dengan pelemahan IHSG yang disebabkan investor asing berbondong-bondong keluar IHSG. Komplit sudah sentimen negatif yang diterima JSMR sehingga akhirnya sahamnya terjun bebas sampai sekarang.
Tapi benarkah pendapatan JSMR akan turun? Sepertinya kita harus bersabar untuk memastikan dampaknya terhadap pendapatan JSMR mungkin hingga laporan keuangan kuartal II dirilis. Hal ini karena peraturan penurunan tarif tol sendiri belum berlaku. Secara logika, penurunan tarif tol memang akan berdampak terhadap pendapatan JSMR, karena mayoritas pendapatan perusahaan memang berasal dari jalan tol yang mencapai 93% dari total pendapatan. Memang ada sumber pendapatan lain seperti sewa lahan, pendapatan pemeliharaan jalan tol, properti, iklan, tapi jumlahnya pada hanya 640 milyar atau cuma 7%. Pendapatan konstruksi, meskipun pada 2017 sangat besar hingga mencapai 23 triliun, tetapi margin profitnya sangat kecil (laba bersih dari konstruksi hanya 160an milyar). Jadi ya, dengan logika-logika bodoh saja bisa dikonfirmasi, penurunan tarif tol akan menurunkan pendapatan dan laba bersih JSMR.
Dan sepertinya pemerintah memang serius akan menurunkan tarif tol, mengingat pemerintah memerlukan banyak sentimen positif dari rakyat, apalagi menjelang 2019. Dan mungkin tidak akan menaikkan tarif tol hingga nanti keperluan 2019 selesai. Dan sekali lagi, ini akan menyebabkan saham JSMR akan semakin turun dan tidak akan kemana-mana hingga 2019. Pada harga terakhir saja, PBV JSMR sudah turun ke 2.06, dan ini nilai terendah bahkan sejak 5 tahun terakhir (terakhir pada 2015, Pbv terendah JSMR hanya 2.4).
Pbv 2x memang mungkin dirasa masih mahal apalagi RoE perusahaan hanya 12-14% sejak 2013. Tapi memang harga wajar sebuah perusahaan kebanyakan jadi lebih mahal dibanding aset bersihnya karena impact faktor-faktor aset lain yang tidak tampak seperti brand image, nama perusahaan top of mind di masyarakat, produknya tersebar luas dll. Dan mempertimbangkan potensi penurunan laba perusahaan nanti akibat turunnya tarif tol, JSMR bisa saja turun terus sampai dibawah 4000 hingga 3700 alias PBVnya sudah di bawah 2 kali. Ketika nanti harganya sudah mulai mendekati 4000 atau bahkan mungkin turun terus, disaat itulah kita bisa mulai "menyicil" JSMR ini.
Kenapa menyicil?
Karena ini strategi yang menurut penulis paling pas, toh JSMR ini hingga tahun depan gak akan kemana-mana. Dan perusahaan juga gak akan sampe rugi apalagi bangkrut. Karena manajemen JSMR yang penulis rasa cukup handal, seperti pada tahun 2014 dimana pendapatan perusahaan turun signifikan (turun 11%) tetapi perusahaan mampu menekan beban operasional hingga turun 23%. Selain itu manajemen juga lihai dalam mencari sumber modal selain berhutang ke bank (beberapa perusahaan gak mau repot cari modal, jadi hutang ke bank adalah pilihan tercepat, walaupun bunganya akan membuat liabilitas membengkak) dengan cara mengadakan RDPT (reksadana penyertaan terbatas). Singkatnya RDPT Jasa Marga ini mendivestasi ruas-ruas tol anak perusahaan yang mayoritas menjadi minoritas, dan RDPT ini sifatnya terbatas, hanya kepada para pemodal professional seperti perusahaan-perusahaan investasi, reksadana, ataupun lembaga-lembaga pemodal lain. Disatu sisi efeknya memang menurunkan potensi pendapatan Jasa Marga, tetapi di sisi lain pembangunan tol-tol baru dapat dipercepat dan segera menghasilkan pendapatan baru lagi bagi perusahaan.
Dan sejak 2017 kemarin, pembangunan jalan tol JSMR memang meningkat pesat, dan panjang jalan tol yang beroperasi naik signifikan dibanding 2016, setelah sebelumnya sejak 2013 tidak nambah banyak. Dan hingga 3 tahun mendatang, hak konsesi jalan tol yang dimiliki JSMR sejak 2016 sepanjang 1.260Km ditargetkan beroperasi seluruhnya. Dan ini berarti hingga 2019 nanti saja, jalan tol beroperasi milik JSMR akan bertambah sekitar 2/3 dari jalan tol yang beroperasi sekarang, alias pada 2019 jalan tol beroperasi milik JSMR telah melewati 1000Km.
Itulah kenapa penulis menyarankan strategi menyicil untuk JSMR ini, akan sangat cocok bagi para karyawan atau orang-orang yang rutin menyisihkan pengeluaran bulanan untuk investasi. Dan ingat, JSMR ini bukan untuk investasi 2 atau 3 bulan mendatang. Karena pada dasarnya kita memanfaatkan situasi turunnya tarif tol ini untuk mengumpulkan saham JSMR ini. Dan perlu diingat pula, jika menilik sejarah, tarif tol ini sangat jarang sekali turun, ketika turun pun biasanya hanya beberapa saat, seperti ketika pada 2015 tarif tol diturunkan pemerintah hanya selama lebaran (itu pun pada saat itu tidak berefek sedikit pun terhadap laba JSMR). Dan saat menjelang pemilu 2019, seperti yang sudah penulis sampaikan, akan ada banyak kebijakan-kebijakan pro-rakyat dari pemerintah, salah satunya ya penurunan tarif tol ini. Jadi bisa dipastikan lagi setelah itu tarif tol pun akan naik lagi (karena tidak mungkin juga tarif tol turun terus dan mau gak mau harus naik mempertimbangkan inflasi dll).
Dan ketika nanti tarif tol naik, disaat orang lain menggerutu karena kenaikannya. Anda akan menjadi orang yang tersenyum bahagia mendengar kabarnya 😊
punchline yang bagus di paragraf terakhir :)
ReplyDelete