Walaupun perusahaan ini baru IPO pada awal desember lalu, tapi sejatinya perusahaan ini sudah beroperasi sejak tahun 2007. Dan sejak IPO dengan harga penawaran 135, saham PSSI sempat turun hingga 102 lalu kemudian meloncat ke 230an dan sampai sekarang gak kemana-mana mondar-mandir di 150-200.
Jadi PSSI ini sebenarnya adalah perusahaan angkutan laut yang khusus melayani pengangkutan dan pemindahmuatan batubara. Pada dasarnya perusahaan juga seharusnya bisa melayani pengangkutan mineral-mineral lainnya selain batubara, tetapi hingga sekarang semua pelanggan PSSI merupakan perusahaan kontraktor batubara, jadi bisa dibilang pendapatan PSSI sangat bergantung pada prospek bisnis batubara itu sendiri.
Nah, karena harga batubara sudah mulai pulih sejak pertengahan 2016, bahkan pada akhir 2016 harga batubara acuan mencapai $100 per metric ton (berulang lagi pada februari kemaren dimana harga batubara acuan tembus lagi $100 per metric ton) yang mengakibatkan saham-saham perusahaan "owner" batubara seperti ADRO, ITMG, PTBA sudah naik banyak sejak 2016, bisa ditebak berikutnya yang terkena efek kenaikan harga batubara adalah perusahaan kontraktor batubara seperti INDY dimana sahamnya baru terbang pada pertengahan 2017 kemaren.
Rentetan efek kenaikan batubara belum berakhir, dimana emiten yang belakangan ikut terkerek adalah emiten bisnis transportasi batubara seperti Mitrabahtera Segara Sejati (MBSS) dan PSSI ini sendiri. Berbeda dengan MBSS, PSSI ini sebagaimana kita ketahui baru listing akhir 2017 lalu, dan apa menariknya?
Pertama, PSSI ini masih dihargai sangat murah, dimana pada saat penulis mulai menyadari PSSI ini, ia masih berada di harga 150-an dan dengan harga segitu PBVnya masih di bawah 1! (0,9-an lebih tepatnya)
Kedua, perusahaan ini pada Q1 2018 baru saja mendapatkan dua kontrak kelas kakap dan dengan jangka waktu kontrak yang cukup lama. Kontrak yang didapat yaitu senilai $18 Juta selama 3 tahun hingga 2020 dengan garansi volume minimal 2 juta metrik ton per tahun dengan klien PT Jembayan Muarabara anak usaha Sakari Resources Group yang mengelola tambang batubara jembayan di Kalimantan Timur. Lalu yang kedua kontrak dengan total nilai $39 Juta dan durasi kontrak 5 tahun masih dari PT Jembayan Muarabara dimana PSSI akan mengangkut batubara dari terminal Sapari Mahakam di Kutai menuju PT Paiton Energy di Probolinggo Jawa Timur yang merupakan salah satu pembangkit listrik terbesar di Indonesia. Dengan demikian total kontrak yang dikelola PSSI adalah $57 Juta dengan total tonase 11 Juta dalam kurun waktu 3 sampai 5 tahun.
Jadi, kabar baiknya, selama Q1 kemaren PSSI membukukan laba bersih $2,6 Juta, meningkat 344% dibanding Q1 2017. Dan PSSI baru "untung" pada 2017 lalu sebesar $3 Juta, dimana pada 2016 perusahaan masih rugi $4 Juta. Jadi bisa dikatakan, 2018 ini merupakan tonggak balik PSSI (dengan banyaknya kontrak yang didapatkan pada awal 2018 ini) untuk mendapatkan keuntungan yang bisa dipastikan akan jauh lebih besar dibanding 2017.
Jika PSSI konsisten saja dengan laba $2,6 Juta per kuartal hingga 2018 ini, maka ROE perusahaan menurut penulis akan mencapai 16%. Bisa dibilang "puncak" performansi pertama yang bisa dicapai oleh perusahaan bisnis transportasi batubara akibat kenaikan batubara sejak pertengahan 2016 lalu akan dicapai di 2018 ini, dimana perusahaan mendapat gerbong terakhir dari rangkaian gerbong kereta komoditas batubara yang para kontraktor dan ownernya sudah menaiki gerbong-gerbong di depan terlebih dahulu.
Satu lagi sisi optimismenya yaitu, para pesaing PSSI seperti MBSS justru masih merugi hingga Q1 2018 ini. Jadi bisa dibilang bahwa PSSI juga salah satu perusahaan transportasi batubara yang sudah mencatat pendapatan positif duluan di 2018 ini.
Oke, lalu apa gak ada resiko?
Tentu saja ada, pertama yaitu perusahaan sejauh ini masih berkutat di bisnis pengangkutan batubara yang berarti sangat bergantung kepada perusahaan kontraktor dan pemilik tambang batubara itu sendiri, dimana perusahaan kontraktor dan pemilik itu juga sangat bergantung kepada harga batubara, jadi perusahaan bisa dibilang juga bergantung kepada harga batubara (pusing gak tuh 😀). Tapi tetap saja, perusahaan seperti PSSI ini akan menjadi yang terakhir "menderita" apabila nanti seandainya harga batubara jatuh lagi. Misal, harga batubara jatuh pada akhir 2018 ini, maka saham-saham seperti PTBA, ADRO, HRUM, ITMG duluan yang kena imbasnya, disusul INDY, UNTR dkk baru kemudian PSSI ini (seharusnya loh ya). Jadi bisa dibilang seandainya harga batubara anjlok pun, PSSI sementara masih aman, dan kita masih punya cukup waktu untuk menganalisis impact dan apa yang harus kita perbuat sebelum membuang saham PSSI ini.
Lalu resiko yang lain, sehari setelah penulis menyadari PSSI ini, harganya langsung naik menjadi 180an, dimana dengan harga segitu PBV PSSI sudah lebih dari 1 sedikit, yaitu tepatnya 1,09. Walaupun bisa dibilang resiko tidak langsung, tetapi efeknya seandainya kita jadi mengambil PSSI ini, kita mengambilnya dengan harga yang sedikit agak mahal, yaitu di PBV 1,09 nanti.
Tapiii, apabila kita berbicara prospek, jelas PSSI ini ada prospek, dan perusahaan ini lagi dapat momentumnya tahun 2018 ini. Perusahaan juga walaupun belum merambah pengangkutan mineral, tapi fokus mengembangkan bisnis transportasi batubaranya. Sejak berdiri pada tahun 2007 hingga 2016, aset PSSI bisa dibilang tidak bergerak banyak, dimana selama 8 tahun tersebut kapal tunda perusahaan hanya bertambah 3 kapal dari 25 kapal menjadi 28, kapal tongkangnya hanya nambah 2 biji dari 25 kapal pada 2007 menjadi 29 kapal pada 2016, perusahaan sejak berdiri sudah memiliki 4 fasilitas muatan apung (FLF Floating Loading Facility) dan masih tetap segitu hingga 2016 (oia, saya lupa menuliskan salah satu keunggulan PSSI ini yaitu memiliki FLF ini, sederhananya bongkar muat batubara yang dilakukan di tengah laut dan PSSI ini salah satu pelopornya sejak 2007).
Dan sejak 2017, manajemen seiring dengan menggeliatnya bisnis batubara, agresif dalam menambah aset-aset perusahaan untuk menopang bisnis perusahaan kedepan, dimana perusahaan membeli 9 buah kapal tunda sehingga total PSSI memiliki 37 kapal tunda, lalu perusahaan menambah 8 kapal tongkang menjadi 37 kapal, dan terakhir perusahaan baru saja menuntaskan pembelian 1 unit Mother Vessel Handysize dengan kapasitas 31 ribu metrik ton yang diserahterimakan pada Februari 2018 lalu untuk mendukung target 33 Juta metrik ton pada 2018 ini. Dan satu hal lagi, manajemen di mata penulis termasuk konservatif dalam mengembangkan bisnisnya, alias menjaga rasio hutangnya, dan ini dapat dilihat dari debt to equity ratio (DER) PSSI yang pada Q1 2018 kemaren masih di sekitar 0,6-an.
Jadi kesimpulannya, walaupun kemaren harganya sempat naik ke 180-an, tapi PSSI ini menawarkan prospek cerah pada 2018 ini, dan harganya sendiri seharusnya masih akan naik ke depannya, dengan target harga 250-260an. Seharusnya loh ya, bisa saja PSSI ini akan turun lagi ke 150 karena situasi IHSG yang memang lagi sakit belakangan ini, tapi walaupun turun harusnya tidak akan sampai ke bawah 150 lagi. Dan memang, tidak akan ada satupun analis pun yang bisa dengan tepat memperkirakan kapan harga suatu saham akan naik ataupun turun, yang bisa kita lakukan hanyalah mengambil kesimpulan bahwa suatu saham (seharusnya) akan naik atau akan turun dan membeli saham dibawah harga wajarnya. Dan sekali lagi, berbicara prospek, maka di harga 180an ini, seandainya kita membeli PSSI, maka menurut penulis kita masih membeli sahamnya dibawah harga wajarnya.
*ps: pada saat artikel ini ditulis, penulis memiliki saham ini dalam range harga 160-180an
No comments:
Post a Comment