Sebelumnya kita sudah membahas metode Fair PBV Ratio disini, dimana metode ini cocok digunakan di kebanyakan perusahaan-perusahaan di BEI karena mayoritas merupakan perusahaan heavy-asset. Akan tetapi, metode ini tidak bisa diterapkan untuk perusahaan-perusahaan yang memiliki intangible-asset seperti aset merk yang mungkin sudah sangat melekat di telinga rakyat Indonesia dimana nilai dari aset ini sangat sulit untuk diperkirakan. Lalu bagaimana cara menilai harga wajar sahamnya?
Catatan seorang part-time investor terkait analisis dan aksi investasi sahamnya
Monday, December 31, 2018
Saturday, November 24, 2018
Cara Menilai Harga Wajar suatu Saham (Bag. II: Fair Pbv Ratio)
Dalam tulisan sebelumnya disini, kita sudah membahas dua metode untuk menentukan harga wajar sebuah saham yaitu dengan menggunakan metode berdasarkan Net Assets Value (aset bersih/ekuitas) dan metode Peter Lynch's Fair PER. Kedua metode ini bisa disebut mengabaikan potensi pertumbuhan suatu perusahaan dalam perhitungannya dan memiliki syarat-syarat tertentu, sehingga tidak banyak saham yang bisa dinilai harga wajarnya menggunakan kedua metode ini. Nah, oleh karena itu, kita beranjak ke metode berikutnya yang menurut penulis lebih cocok dalam menilai harga wajar saham-saham di Indonesia.
Sunday, November 11, 2018
Cara Menilai Harga Wajar suatu Saham (Bag. I)
Pada artikel sebelumnya disini, kita sudah sedikit mengupas mengenai pentingnya Nilai Buku per Lembar Saham/BVPS (Ekuitas/Jumlah lembar saham) dalam mencari nilai intrinsik sebuah saham. Metode menghitung BVPS ini dikenal juga dengan istilah Net Assets Value (NAV). Metode ini pertama sekali diperkenalkan oleh Benjamin Graham, seorang profesor di Columbia University pada tahun 1934. Menimbang tahunnya, metode ini tergolong old-school dan sangat konservatif, tapi tidak ada salahnya kita sedikit mengupas latar belakang dari metode NAV ini dan sosok yang memperkenalkan metode ini yang hingga sekarang masih dianut oleh kebanyakan para deep-value investor.
Thursday, September 20, 2018
Pelemahan rupiah, perang dagang, dan dinamika ekonomi global lain serta dampaknya terhadap emiten bursa
Kalau diperhatikan, belakangan frekuensi tulisan di web ini sedikit berkurang. Apabila biasanya sebulan minimal ada dua artikel di web ini, tetapi belakangan hanya ada satu atau dua artikel. Selain karena faktor kesibukan di kantor dan juga di rumah sebagai kepala rumah tangga dari sebuah keluarga kecil (ps: saya bukan investor full time), juga karena faktor belum ada sesuatu yang menarik untuk dibahas terkait kondisi bursa belakangan ini.
Tapi, beberapa hari lalu kita dihebohkan oleh media dimana nilai tukar rupiah terhadap dolar akhirnya sempat menembus angka 15000, dan pasar merespon dengan anjloknya IHSG ke level 5600an. Tidak hanya itu, kemudian di media massa bermunculan rentetan berita dari perkembangan ekonomi global seperti Lira Turki ambruk dan menyebabkan Turki berada dalam krisis (yang ternyata juga memunculkan rentetan krisis di negara-negara berkembang lain), perang dagang AS-China yang mengganggu kondisi perdagangan global, serta mulai bermunculan obrolan di media massa bahwa Indonesia akan mengalami krisis seperti tahun 1998. Ketika pasar didera dengan isu-isu seperti di atas, semua orang sibuk mengamankan investasinya dengan cara menjual portofolio mereka dan memegang cash di tangan yang mengakibatkan harga-harga saham jatuh di semua sektor. Dan seperti yang kita bisa amati, saat ini seolah-olah semua saham tampak murah dan sangat menggiurkan untuk dibeli, Tapi saham mana yang layak dibeli?
Tapi, beberapa hari lalu kita dihebohkan oleh media dimana nilai tukar rupiah terhadap dolar akhirnya sempat menembus angka 15000, dan pasar merespon dengan anjloknya IHSG ke level 5600an. Tidak hanya itu, kemudian di media massa bermunculan rentetan berita dari perkembangan ekonomi global seperti Lira Turki ambruk dan menyebabkan Turki berada dalam krisis (yang ternyata juga memunculkan rentetan krisis di negara-negara berkembang lain), perang dagang AS-China yang mengganggu kondisi perdagangan global, serta mulai bermunculan obrolan di media massa bahwa Indonesia akan mengalami krisis seperti tahun 1998. Ketika pasar didera dengan isu-isu seperti di atas, semua orang sibuk mengamankan investasinya dengan cara menjual portofolio mereka dan memegang cash di tangan yang mengakibatkan harga-harga saham jatuh di semua sektor. Dan seperti yang kita bisa amati, saat ini seolah-olah semua saham tampak murah dan sangat menggiurkan untuk dibeli, Tapi saham mana yang layak dibeli?
Wednesday, August 15, 2018
WEGE - WIJAYA KARYA BANGUNAN GEDUNG
Perusahaan ini sejatinya baru IPO pada November 2017 lalu, dimana hasil IPO ketika itu perusahaan berhasil mengumpulkan modal sebesar 800an milyar dan dari laporan keuangan akhir tahun 2017 perusahaan memiliki ekuitas sebesar hampir 1,7 triliun. Tapi satu hal yang membuat penulis tertarik adalah, sebelum IPO perusahaan memiliki ekuitas 1,7T dikurang 0,8T hasil IPO maka ekuitas sebelum IPO yaitu sekitar 860M. Dan karena IPO baru saja dilakukan pada akhir 2017 maka bisa dibilang bahwa WEGE selama kinerja 2017 berarti belum menggunakan dana hasil IPO untuk modal kerja operasionalnya, daan lagi apa Anda tahu berapa laba bersih WEGE selama 2017? WEGE berhasil membukukan laba bersih sebesar 295M, dan ini berarti sebelum IPO WEGE memiliki nilai RoE sebesar 34%! Dan dengan nilai RoE sebesar ini, tentu saja WEGE ini bisa dibilang perusahaan yang sangat bagus kinerja dan fundamentalnya. Tapi bagaimana setelah IPO?
Tuesday, July 17, 2018
Beli di harga murah, Jual di harga mahal
Jika seorang pedagang ditanya bagaimana cara untuk menghasilkan keuntungan dari suatu perdagangan, maka tentu saja jawaban yang akan ia berikan adalah jual lah produk Anda dengan harga yang lebih tinggi daripada ongkos pembelian atau pembuatan produk itu. Apabila pertanyaan yang sama Anda ajukan kepada seorang investor di pasar saham, maka mungkin ada banyak jawaban yang bervariasi yang akan Anda dapatkan.
Bagi penulis sendiri, jawabannya mungkin bisa diamati dari beberapa tulisan hasil analisis saham yang pernah diulas di web ini. Dan tampaknya jawabannya akan mirip dengan jawaban pedagang di atas. Belilah saham pada harga murah, jual lah pada harga tinggi. Jawaban ini akan berbeda antara suatu investor dengan yang lainnya. Ada seorang kerabat yang saya kenal, yang hanya membeli saham satu emiten saja. Tidak peduli ketika harganya mahal ataupun murah, ia tetap membeli saham tersebut walaupun saham tetangga harganya tengah meroket dan diburu semua investor. Dan walaupun begitu, anehnya ia tetap mendapatkan keuntungan dan merasa puas dengan metode tersebut.
Saturday, June 30, 2018
ASSA - Adi Sarana Armada
Dahulunya perusahaan ini bernama Adira Rent sebelum kemudian berubah nama menjadi Adi Sarana Armada pada tahun 2009 dan kemudian listing dengan kode ASSA pada tahun 2012. Bisnis inti ASSA bergerak dalam bidang rental mobil sekaligus manajemen kendaraan dan sewa jasa driver dengan klien korporasi. Perusahaan juga melakukan jasa transportasi logistik dan sejak 2014 melakukan ekspansi dengan membuka balai lelang mobil dengan merk Bidwin.
Mungkin beberapa dari kita tidak asing dengan mobil box atau truk dengan logo seperti di atas. Entah kenapa penulis merasa logo tersebut memberikan kesan-kesan yang kental dan suasana yang agak-agak mirip dengan Astra. Dan ternyata, walaupun tidak ada kaitan kepemilikan langsung dengan Astra, tetapi ASSA memang bisa dibilang perusahaan mirip-mirip Astra. ASSA merupakan anak usaha dari Triputra Group, yang didirikan oleh Theodore Permadi Rachmat, mantan Bos Astra, yang kemudian merintis bisnis sendiri di Adira, Adaro, dan Triputra. Dan sepertinya TP Rachmat membujuk banyak kolega dan anak buahnya di Astra dulu untuk kemudian mengisi posisi di manajemen ASSA sehingga bisa dibilang inilah penyebab kenapa ASSA ini seolah memiliki cita rasa dan sentuhan ala-ala Astra.
Thursday, June 21, 2018
Idul Fitri 1439H
Pemerintah beberapa waktu lalu akhirnya mengumumkan menambah cuti bersama lebaran 1439H sebanyak 3 hari, dari sebelumnya hanya empat menjadi tujuh hari. Hal ini tentunya juga menambah jadwal libur bursa saham di Indonesia sehingga selama bulan Juni total hari bursa efektif hanya sekitar 13 hari. Beberapa pihak menyayangkan keputusan pemerintah tersebut karena tentu saja mengurangi produktivitas para trader dan investor. Bayangkan berapa jumlah potensi transaksi yang hilang dalam 3 hari tersebut, dimana dalam satu hari saja perputaran uang di bursa mencapai belasan triliun.
Lalu, sebagai investor, apa yang dapat kita lakukan di masa libur bursa saat ini?
Wednesday, May 30, 2018
PBID - Potensi di balik bisnis kantong plastik
Kalau Anda sering berbelanja di pasar tradisional, seharusnya Anda tidak asing dengan penampakan gambar di atas. Mungkin jarang dari kita yang memerhatikan barang yang saya lingkari dengan garis merah, karena memang terkesan sepele. Ya, barang yang saya maksud di atas adalah kantong plastik. Ketika berbelanja, baik di pasar tradisional, minimarket atau bahkan supermarket, konsumen memang akan lebih fokus terhadap barang apa yang dibeli, berapa harganya, dan ketika belanjaan dibungkus pun biasanya kita lebih fokus menghitung uang kembalian atau mengecek struk belanjaan. Termasuk saya sendiri, walaupun sejak kecil sering menemani Ibu belanja ke pasar tradisional, dan terlebih lagi setelah berkeluarga dimana setiap minggu menemani istri ke pasar, tidak pernah sekalipun terbersit di pikiran saya untuk mencari tahu atau memerhatikan kantong plastik atau kantong kresek yang diberikan oleh si penjual. Tapi semenjak salah satu emiten plastik yang akan kita bahas ini masuk ke dalam list saham pilihan saya, setiap kali berbelanja di pasar atau bahkan kadang hanya lewat di depan lapak tukang gorengan, saya curi-curi pandang untuk mencari tahu kresek merk apa yang mereka gunakan. Dan ternyata, kantong plastik dengan merk seperti gambar di atas tidak asing lagi di lingkungan kita,
Karena anggapan remeh terhadap bisnis kantong plastik seperti di atas, sangat mungkin juga tidak pernah terpikirkan oleh kita pertanyaan yang mungkin muncul seperti "Berapa sih pendapatan dari jualan kantong plastik doang?". Saya sendiri juga cukup kaget ketika kemaren mengamati Panca Budi Idaman, emiten produsen dan distributor kantong plastik cap Tomat, Bawang, Wayang dll yang produknya tanpa kita sadar banyak beredar di pasar bahkan di dapur kita sendiri. PBID ini mempunyai pendapatan mencapai Rp. 2,1 Triliun dari hanya menjual kantong plastik saja. Belum dari hasil ekspor biji plastik dan produk-produk lainnya seperti sedotan plastik, tali rafia, dus kue dan bungkus nasi. Oke, sounds big. Lalu bagaimana prospeknya?
Sunday, May 20, 2018
Akhirnya JSMR dibawah 4000!
Seperti yang pernah kita bahas panjang lebar disini, JSMR merupakan opsi untuk investasi di salah satu saham bluechip, walaupun mungkin dalam 1-2 tahun ini bisa saja JSMR ini gak kemana-mana atau turun lebih dalam lagi (dan harusnya gak bakal jeblok-jeblok amat sampe di bawah 3500) tapi JSMR ini memberikan potensi gain yang sangat lumayan apabila diberikan sentimen-sentimen positif seperti kenaikan tarif tol, dan memang JSMR sangat sensitif terhadap isu ini.
Seperti yang sudah penulis sampaikan juga, idealnya JSMR dibeli secara repetitif seperti ketika anda habis gajian misalnya, sehingga nanti kita terus melakukan averaging down sepanjang tahun ini sampai tahun depan. Kemaren penulis juga menyampaikan idealnya JSMR mulai dibeli ketika sudah turun sampai di bawah 4000, dan pada penutupan terakhir JSMR ditutup di 3970. Walaupun sepertinya harganya akan segera rebound hingga di atas 4000 lagi disebabkan investor smart money akan mulai menyicil saham ini karena harganya saat ini sudah tergolong murah, tapi seharusnya JSMR tidak akan rebound untuk periode yang lama karena hingga saat ini belum ada katalis untuk memicu kenaikan JSMR ini secara fundamental. Dan kedepan sepertinya JSMR justru malah akan bergerak sideways.
Jadi, segera cicil JSMR ini karena akan sangat jarang sekali anda mendapatkan kesempatan membeli di harga semurah ini, dan selanjutnya berdoa agar tarif tol setelah 2019 nanti segera naik (walaupun juga pasti akan naik, tapi berdoalah agar kenaikannya dipercepat 😬)
Wednesday, May 16, 2018
INDR - Value Trap Indo-Rama Synthetics Tbk?
Indo Rama ini mungkin salah satu emiten yang "terlihat" sangat potensial bagi para value investor dikarenakan PBVnya yang sangat kecil. Saat ini rata-rata harga INDR ini ada di kisaran 3600-3700, dan dengan harga segitu PBV INDR ini masih sekitaran 0,5-0,6 padahal INDR ini sudah naik banyak dari awal mei, tidak lama setelah perusahaan ini merilis Laporan Keuangan (LK) Q1 nya, sahamnya langsung loncat dari 1000an hingga 3000an seperti sekarang.
Yang membuat INDR terlihat sangat menarik adalah, pada LK Q1 2018 nya perusahaan mencantumkan laba tahun berjalan sebesar $13,2 juta, tumbuh 760% dibandingkan kuartal yang sama pada tahun sebelumnya dimana laba perusahaan hanya $1,5 juta. Pertumbuhan yang sangat luar biasa tentunya, karena apabila perusahaan membukukan laba yang anggaplah sama besarannya tiap kuartal hingga akhir tahun nanti, maka INDR akan mampu mencetak ROE sebesar 16-18%. Dan dengan PBVnya yang tadi dibawah 0,5, INDR ini terlihat sangat menggiurkan, sehingga menyebabkan para investor berbondong-bondong memburu saham INDR ini.
Saya pribadi pun sempat tergiur dengan fundamental INDR yang sejak 2018 ini tampak sangat bagus. Tapi apabila kita telisik lebih jauh di laporan laba-rugi perusahaan, laba operasi INDR ini sebenarnya hanya tumbuh 28%. Walaupun terbilang cukup lumayan, tapi tetap belum sebanding dengan pertumbuhan laba bersihnya yang mencapai 760% tadi. Jadi akun apa yang menyebabkan INDR ini tumbuh drastis labanya? Mari kita simak laporan laba rugi INDR berikut.
Saya pribadi pun sempat tergiur dengan fundamental INDR yang sejak 2018 ini tampak sangat bagus. Tapi apabila kita telisik lebih jauh di laporan laba-rugi perusahaan, laba operasi INDR ini sebenarnya hanya tumbuh 28%. Walaupun terbilang cukup lumayan, tapi tetap belum sebanding dengan pertumbuhan laba bersihnya yang mencapai 760% tadi. Jadi akun apa yang menyebabkan INDR ini tumbuh drastis labanya? Mari kita simak laporan laba rugi INDR berikut.
Tuesday, May 8, 2018
CITA - Pemain Tunggal Smelter Grade Alumina
Sektor tambang selain batubara dan minyak bumi mungkin tampak kurang menarik di mata kebanyakan para pemain saham di Indonesia. Bagi saya sendiri bahkan terkadang "lupa" bahwa di IHSG ada banyak emiten lain yang juga tergolong sektor tambang selain batubara. Memang sejak dulu emiten-emiten saham batubara lebih diminati, ketika harga batubara memulai tren naik, maka para investor dan trader tanpa dikomando segera memburu emiten-emiten batubara, ketika harga batubara mulai turun, para investor segera berbondong-bondong angkat kaki. Mungkin karena jamak tertanam dibenak para investor dan trader bahwa bisnis batubara bisa dibilang bisnis paling "mudah" dari segi pengolahan, tidak perlu banyak proses yang membutuhkan bahan baku lain yang diperoleh dari pasar domestik atau bahkan diimpor dari luar.
Salah satu bisnis tambang yang mungkin agak terpinggirkan tapi sebenarnya sedang memiliki prospek yang cerah adalah Bauksit. Hal ini karena alumunium yang bahan bakunya bauksit, harganya sedang dalam tren naik, bahkan lebih dulu memulai tren kenaikannya dibandingkan batubara. Puncaknya pada agustus 2017 lalu dimana harga acuan alumunium di London Metal Exchange tembus $2000 per ton, dan hingga sekarang harganya stabil antara $2000-$2500 per ton.
Saturday, May 5, 2018
Catatan dan tips investasi di masa bearish
Merupakan sebuah self reminder bagi penulis pribadi, apa yang harus dilakukan ketika IHSG sedang mengalami bearish seperti saat ini dimana IHSG sudah rontok dari puncaknya sekitar 6500an pada februari lalu sampai di bawah 5800 akhir minggu ini. Biasanya ketika IHSG sedang koreksi, bisa berlangsung berbulan-bulan, terakhir seperti masa koreksi pertama yang penulis alami ketika baru memulai investasi saham pada 2015 silam dimana setelah bullish sepanjang 2014, IHSG mulai tren penurunannya pada april yang berlanjut hingga september. Setelah itu IHSG mulai rebound, walaupun baru memulai tren bullishnya lagi pada Q3 2016. Jadi pada waktu itu tren penurunan IHSG berlangsung selama 6 bulan.
Dan akan berlangsung seberapa lamakah koreksi IHSG sekarang?
Monday, April 30, 2018
PSSI - Pelita Samudera Shipping
Walaupun perusahaan ini baru IPO pada awal desember lalu, tapi sejatinya perusahaan ini sudah beroperasi sejak tahun 2007. Dan sejak IPO dengan harga penawaran 135, saham PSSI sempat turun hingga 102 lalu kemudian meloncat ke 230an dan sampai sekarang gak kemana-mana mondar-mandir di 150-200.
Jadi PSSI ini sebenarnya adalah perusahaan angkutan laut yang khusus melayani pengangkutan dan pemindahmuatan batubara. Pada dasarnya perusahaan juga seharusnya bisa melayani pengangkutan mineral-mineral lainnya selain batubara, tetapi hingga sekarang semua pelanggan PSSI merupakan perusahaan kontraktor batubara, jadi bisa dibilang pendapatan PSSI sangat bergantung pada prospek bisnis batubara itu sendiri.
Nah, karena harga batubara sudah mulai pulih sejak pertengahan 2016, bahkan pada akhir 2016 harga batubara acuan mencapai $100 per metric ton (berulang lagi pada februari kemaren dimana harga batubara acuan tembus lagi $100 per metric ton) yang mengakibatkan saham-saham perusahaan "owner" batubara seperti ADRO, ITMG, PTBA sudah naik banyak sejak 2016, bisa ditebak berikutnya yang terkena efek kenaikan harga batubara adalah perusahaan kontraktor batubara seperti INDY dimana sahamnya baru terbang pada pertengahan 2017 kemaren.
Rentetan efek kenaikan batubara belum berakhir, dimana emiten yang belakangan ikut terkerek adalah emiten bisnis transportasi batubara seperti Mitrabahtera Segara Sejati (MBSS) dan PSSI ini sendiri. Berbeda dengan MBSS, PSSI ini sebagaimana kita ketahui baru listing akhir 2017 lalu, dan apa menariknya?
Wednesday, April 25, 2018
JSMR - JASA MARGA turun dalam. Peluang kah?
Ketika kemaren penulis mengecek harga saham yang sudah jual jenuh atau "turun banyak" dengan indikator stochastic (ya, saya juga terkadang menggunakan indikator teknikal, walaupun pada dasarnya seorang fundamentalis, lebih sering hanya untuk mengetahui saham-saham yang sudah turun jauh), salah satu saham yang menarik perhatian adalah JSMR ini, dimana pada saat itu harganya ditutup pada 4.290, turun jauh dari puncak harganya 6.725 pada November 2017, atau sudah turun lebih dari 35% dalam 5 bulan!
Terakhir kali JSMR turun dalam yaitu pada tahun 2015, dimana saat itu JSMR juga turun hampir 35%, tetapi butuh waktu satu tahun bagi JSMR untuk dapat turun sejauh itu. Dan apabila kita bandingkan penurunan saat ini turun 2 kali lebih cepat dibandingkan tahun 2015. Apakah dengan harganya ini JSMR menjadi peluang?