Ya, saham yang akan kita bahas kali ini adalah Energi Mega Persada, yang sejatinya merupakan saham milik Bakrie. Nah, bagi beberapa investor ataupun trader di Indonesia mendengar kata Bakrie saja mungkin sudah merupakan antipati karena saham-saham grup Bakrie indentik dengan saham gorengan yang nilainya bisa saja tiba-tiba naik drastis, lalu besoknya turun, sebut saja salah satu contohnya saham yang pernah menjadi saham sejuta umat, BUMI.
Antipati tentu bagi sekelompok orang yang ketiban sial ketika membeli saham Bakrie sehingga jadi rugi bandar, tapi bagi segolongan investor lainnya yang pernah mendapatkan keuntungan dari saham-saham Bakrie, entah karena beruntung ataupun memang karena sudah menganalisis value dan potensinya, saham-saham Bakrie menjadi salah satu saham yang ditunggu-tunggu momentum bullishnya. Karena biasanya ketika saham-saham Bakrie mulai rebound, naiknya bisa gila-gilaan hingga berkali-kali lipat, dan ketika itulah saham-saham Bakrie mulai dipuja-puja lagi oleh para investor ataupun trader di Indonesia. Tapii, seketika itu juga bisa saja besoknya saham-saham Bakrie turun gila-gilaan juga sehingga banyak trader yang cut loss lalu kemudian mulai mengutuk-ngutuk dan akhirnya memiliki dendam kesumat terhadap saham-saham grup Bakrie ini.
Lalu, apabila saat ini ada saham Bakrie yang harganya gocap-an, sehingga resikonya sangat-sangat terbatas, apakah saham ini bisa menjadi peluang?
Para trader tentunya tidak akan tertarik masuk ke saham gocap seperti ENRG saat ini yang sejak awal tahun terus saja turun hingga sekarang nyungsep di 50an, trader baru akan tertarik apabila suatu saham sudah terbukti berada dalam kondisi bullish, dan biasanya sudah mulai naik banyak. Sedangkan bagi para value investor karena prinsipnya adalah membeli saham yang sangat-sangat murah dibandingkan nilai intrinsiknya sehingga menjadikan resiko kerugian investasi seminimal mungkin, maka saham ENRG diharganya yang sekarang tentu merupakan sebuah oppurtunity yang sangat sayang untuk dilewatkan.
Tapiii kan manajemen perusahaannya diragukan?
Betul, kebanyakan investor sudah hilang kepercayaan dengan manajemen perusahaan-perusahaan Bakrie, karena berdasarkan yang sudah-sudah, manajemennya penuh intrik dan hanya mementingkan diri sendiri. Tapi, balik lagi ke tulisan yang penulis bold di atas, di harga sekarang yang 53 perak, seandainya kemudian sahamnya turun, sementok-mentoknya turun ke 50 perak dan Anda hanya menderita loss 6% dan ini sudah merupakan skenario terburuk dari resiko investasi di ENRG saat ini.
Seandainya kita sedikit mencari-cari pembenaran, paling tidak biar memiliki justifikasi yang sedikit lebih smart daripada hanya memikirkan resiko seperti di atas, maka mungkin beberapa hal berikut bisa menjadi alasan lebih lanjut untuk meyakinkan diri berinvestasi di ENRG:
- Hutang yang berkurang drastis. Manajemen belakangan sepertinya tampak cukup serius dalam mengurangi beban hutang perusahaan. Pada akhir 2015, ENRG masih memiliki hutang sebesar $414 Jt dan per Juni 2019 kemaren hutang perusahaan sudah berkurang hampir separuhnya menjadi hanya $210 Jt. Dan salah satunya karena keberhasilan manajemen dalam merestrukturisasi hutangnya dari hutang dengan bunga tinggi sebesar 25% per tahun menjadi hanya 15% sehingga seharusnya akan mengurangi beban bunga.
- Beban depresiasi dan amortisasi. Pada tahun 2018 kemaren ENRG menjadi rugi karena manajemen menyetop produksi di beberapa kilang gas dan minyak milik perusahaan untuk efisiensi, sehingga kilang tersebut akhirnya memiliki nilai penyusutan yang sangat besar karena tidak berproduksi. Di tahun 2019, perusahaan mengalihkan fokus melalui bisnis gas bumi saja dan mengoptimalkan produksi dari ladang-ladang gas yang dimilikinya. Dan menurut penulis dengan mengalihkan fokus hanya ke bisnis gas akan berdampak lebih baik dibandingkan tetap memaksakan produksi minyak bumi yang harganya sangat fluktuatif.
- Secara value, aset bersih perusahaan saat ini sekitar $218 Jt atau sekitar Rp 3 Triliun. Sedangkan ENRG saat ini di harga 53 dan dengan jumlah saham beredar sebanyak 10,3 miliar memiliki nilai pasar hanya Rp 548 Miliar. Berarti saat ini Pbv ENRG hanya sekitar 0.18 kali dari nilai bukunya.
- Greater Value. Di laporan keuangannya, ENRG menuliskan aset minyak bumi dan gas yang dimiliki sebesar $330 Jt atau sekitar Rp 4,6 Triliun. Nah, nilai ini sejatinya merupakan nilai atas biaya yang telah dikeluarkan untuk eksplorasi dan biaya yang dikeluarkan untuk memiliki aset ladang minyak bumi dan gas tersebut. Nilai ini belum mencerminkan real value dari minyak bumi dan gas yang terkandung di dalam aset tersebut. Sekarang, dengan hitung-hitungan sederhana dari ladang gas ENRG saja, ENRG memiliki cadangan gas bumi terbukti dan terukur (2P) sebesar 603 miliar kaki kubik (Bcf). Karena harga gas lazimnya diukur berdasarkan Btu (british termal unit) sehingga jika dikonversikan 603 Bcf tadi setara dengan 612 Juta Btu (1 Juta cf = 1015 Juta Btu). Saat ini harga gas alam internasional sekitar $2,2 per Juta Btu, sehingga nilai dari potensi gas alam yang dimiliki ENRG saja bernilai $1,3 Miliar. Anggaplah biaya produksi dan royalti sebesar 40% (ini sudah termasuk besar sebenarnya) maka nilai komersil dari gas alam ENRG sebesar $800 Juta atau sekitar Rp 11,3 Triliun. Bandingkan dengan market cap ENRG saat ini yang hanya sebesar 548 miliar, menggiurkan bukan?
Okee, bisa saja kita menambah justifikasi-justifikasi lain hanya untuk mendukung dan meyakinkan analisis kita, tapi tetap saja, manajemen ENRG sama meragukannya dengan BUMI karena toh milik grup Bakrie juga...
Nah, kalau masih tetap ragu ya silakan mencari saham lain. Tapi bagi penulis sendiri, kembali lagi dengan alasan paling prinsipal yang harus dimiliki oleh seorang value investor, yaitu rules dalam berinvestasi yang sering diucapkan oleh Warren Buffet, "Rules no 1: Never lose money. Rules no 2: Never forget rule no. 1". Prinsip yang sama yang dianut oleh super investor veteran lainnya seperti Walter Schloss, Irving Kahn, Thomas Knapp dll.
Jadi, apabila resiko investasi ENRG terbatas hanya di 6% tadi, sedangkan peluang ENRG terbang hanya menunggu momentum yang pas (bisa saja momentumnya kenaikan harga gas dunia, ataupun harganya dibawa terbang oleh bandar, who knows?) maka saham ENRG layak dikoleksi dari sekarang. Dan setelah itu masih ada tugas paling sulit yang menanti seorang investor setelah membeli sebuah saham, yaitu bersabar. Karena seorang value investor sejati acapkali juga sering disebut dengan Contrarian Investor. Dimana ketika suatu saham dianggap tidak menarik bagi kebanyakan orang, justru seorang value investor dengan keteguhan dan keyakinannya diam-diam membeli saham tersebut perlahan-lahan. Melawan arus orang banyak. Karena baik cepat ataupun lambat, suatu saham akan menunjukkan nilai aslinya.
*ps: saat ini penulis memiliki ENRG di range 53-57
No comments:
Post a Comment