Ketika beberapa waktu lalu China melakukan lockdown kemudian tidak lama diikuti oleh hampir semua negara-negara industri besar lainnya, permintaan terhadap komoditas seperti minyak, gas, dan batubara menurun drastis sehingga harganya kompak turun semua. Dan sudah menjadi rahasia umum, bahwa saham-saham komoditas menjadi pilihan favorit para investor di Indonesia, terkhususnya batubara, karena ada lebih banyak perusahaan batubara di Indonesia yang listing di bursa efek saat ini dibandingkan perusahaan minyak dan gas.
Nah, karena harga batubara sendiri kemaren sudah anjlok bahkan mencapai titik terendahnya sejak lebih dari 10 tahun lalu, maka dapat dipastikan pada tahun 2020 ini perusahaan batubara di Indonesia akan membukukan penurunan laba yang signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dan bahkan karena harga sahamnya sendiri sudah turun lebih dulu karena crash maret lalu, saat ini ada banyak saham batubara yang sangat murah beberapa bahkan pbvnya saat ini dibawah 0,5. Akan tetapi perusahaan yang akan kita bahas berikut walaupun saat ini pbvnya bahkan tidak sampai di bawah satu kali, tapi tetap memiliki potensi profit berkali-kali lipat. Perusahaan ini sempat dibahas sekilas pada 2018 lalu di sini dan ketika itu memberikan profit yang cukup lumayan bagi penulis. Apa perusahaannya?
PT. Bukit Asam Tbk atau PTBA merupakan perusahaan pemilik tambang batubara pelat merah yang pertama sekaligus tertua di Indonesia, tambang pertamanya yaitu tambang batubara Ombilin di Sumatera Barat bahkan sudah dihisap kering oleh Belanda sejak tahun 1876. Saat ini PTBA masih memiliki tambang utama di Tanjung Enim dan Lahat Sumatera Selatan dengan perkiraan batubara (coal reserves, artinya sumber daya batubara yang sudah dikaji dan layak tambang) paling tidak 3,3 miliar ton. Dengan perkiraan produksi per tahun sekitar 30 juta ton (per 2018 lalu produksinya masih 28 juta ton per tahun) maka paling tidak tambang batubara yang dimiliki PTBA mampu berproduksi hingga 100 tahun mendatang. Itu baru perhitungan dari cadangan yang sudah terbukti dan terukur layak tambang, belum total sumberdaya batubara sebanyak 8,2 miliar ton yang diharapkan dapat ditambang setelah dilakukan pengujian dan pengukuran kelayakan. Jadi intinya paling tidak PTBA masih memiliki banyak cadangan batubara melimpah, belum akan habis 5-10 tahun mendatang.
Ketika pada tulisan lalu disini kita sempat membahas kebijakan DMO batubara yang sempat memberikan kepanikan bagi para investor sehingga saham batubara berguguran, ternyata kebijakan tersebut justru tidak terlalu berpengaruh bagi PTBA. Kenapa? karena PTBA sedari dulu produksi batubaranya memang mayoritas dijual untuk pasar domestik khususnya untuk pembangkit listrik PLN di Indonesia, harga acuan yang digunakan pun menggunakan HBA. Nah, menariknya disini adalah ketika harga batubara global saat ini sekitar $30an, turun drastis dari rata-rata sebelumnya $50an, harga batubara acuan di Indonesia justru lebih tinggi, yaitu per Mei sekarang sebesar $61. Artinya apa? Justru yang paling dirugikan saat ini adalah perusahaan batubara yang mayoritas produksinya untuk ekspor, sedangkan PTBA lebih dari 50% produksinya untuk dalam negeri dan dijual dengan menggunakan HBA. Jadi secara bisnis, pendapatan PTBA yang jelas pasti turun, tapi harusnya tidak sedrastis perusahaan batubara lain yang mayoritas melakukan ekspor. Dan secara historis pun PTBA tidak pernah rugi, bahkan ketika harga batubara juga anjlok pada 2015 lalu PTBA masih tetap untung-untung aja.
Jika berkaca pada kejadian tahun 2015 lalu, saham PTBA mentok di harga 900 pada akhir 2015 (setelah stocksplit) dengan pbv 1 kali. Setelah harga batubara pulih saham PTBA juga ikutan terbang bahkan sampai pada harga 4500 pada pertengahan 2018. Ini berarti harga sahamnya naik 4 kali lipat lebih hanya dalam waktu 2,5 tahun. Dan ketika kemaren harga sahamnya 2000, dengan pbv 1 kali juga, bisa dibilang di harga segitu saham PTBA sudah mentok, alias sudah susah turun lebih jauh. Jadi dengan kata lain, saat ini di harga 2000 resiko dari PTBA sudah sangat terbatas, paling bergerak sideways kedepannya mondar mandir di 1800-2000an. Dan ini momentum yang tepat bagi kita untuk akumulasi saham PTBA, terlebih lagi harusnya dalam waktu dekat PTBA ini akan membagikan dividen. Karena ini perusahaan pelat merah sehingga biasanya ketika pembagian dividen diperas habis oleh pemerintah π¬ (terlebih pemerintah lagi butuh banyak duit buat recovery ekonomi) maka paling tidak payout ratio dividennya sama dengan tahun lalu sebesar 75%. Dengan laba per saham tahun 2019 sebesar 352 rupiah, jika payout ratio sebesar 75% maka dividen yang dibayar paling tidak sebesar 246 rupiah. Jika kita beli saat ini di harga sekitar 2000an, dividen yield yang dihasilkan cukup lumayan, sebesar 12%an, tidak banyak perusahaan di Indonesia yang memberikan dividen yield 2 digit. Kalaupun ada, biasanya sahamnya sudah terbang duluan karena insider trading jadi kita kebagian di harga tinggi dan dividen yieldnya jadi gak sebesar perhitungan awal.
Oke cukup segitu dulu untuk PTBA, kesimpulannya pada harga 2000an harganya sudah sangat murah, resikonya sudah sangat terbatas, perusahaannya pun sangat jauh dari resiko merugi bahkan ketika harga batubara anjlok pun, dan ada potensi profit cukup besar dari dividen yang rutin dibagikan tiap tahunnya. So, thats your call.
*Pada tulisan selanjutnya kita akan bahas perusahaan batubara lain (kontraktor batubara lebih tepatnya), yang jauh lebih murah dibanding PTBA dan (diharapkan) memberikan potensi profit yang berkali-kali lipat lebih besar pula π
WynnBET Casino and Resort in Las Vegas Opens - JTM Hub
ReplyDeleteWynnBET is opening its newest μμ² μΆμ₯λ§μ¬μ§ location, The μ¬μ² μΆμ₯λ§μ¬μ§ Wynn Tower νν μΆμ₯μ΅ in Las Vegas, as it complements the existing μκ·ν¬ μΆμ₯μλ§ Wynn μμ μΆμ₯μλ§ Palace and Encore Resorts