Dibandingkan dengan perusahaan "ayam-ayam" lain seperti Japfa ataupun Charoen Pokphand, MAIN ini kalah tenar dan kalah jauh secara skala bisnis maupun fundamentalnya. Berdasarkan rilis laporan keuangan Q1 2020 MAIN mengalami penurunan laba bersih -84% dibandingkan tahun lalu. Sedangkan JPFA masih mengalami pertumbuhan pendapatan dan laba, begitu juga dengan CPIN. Lalu kenapa malah bahas MAIN? Apakah prospek MAIN ini masih bagus padahal pada kuartal 1 saja yang ketika itu pandemi belum terlalu berdampak tetapi bisnis perusahaan sudah hancur-hancuran? (CPIN akan kita exclude dari pembahasan, karena valuasinya yang sudah tergolong premium, jadi kita akan lebih fokus terhadap MAIN dan JPFA)
Catatan seorang part-time investor terkait analisis dan aksi investasi sahamnya
Saturday, June 20, 2020
Prospek Multibagger Saham Ayam MAIN & JPFA
Sunday, June 14, 2020
Bisakah Hidup dari Main Saham? Part 2
Oke, kalau begitu, butuh berapa lama agar aset kita tumbuh cukup besar agar bisa hidup dari saham? Dan berapa pula nilai aset yang dimaksud dengan "cukup besar" tadi?
Sekedar informasi, Warren Buffett memulai investasinya dengan dana $105.100. $105 ribu nya dari orang tua, kerabat, dan teman-teman dari Mr. Buffett, sisa $100 nya modal Mr. Buffett sendiri. Dan Mr. Buffett butuh waktu hampir 10 tahun agar 105 ribu dollar tadi menjadi 1 Juta Dollar. Jadi, selama itu pula kah waktu yang dibutuhkan agar bisa hidup hanya dari saham?
Sekedar informasi, Warren Buffett memulai investasinya dengan dana $105.100. $105 ribu nya dari orang tua, kerabat, dan teman-teman dari Mr. Buffett, sisa $100 nya modal Mr. Buffett sendiri. Dan Mr. Buffett butuh waktu hampir 10 tahun agar 105 ribu dollar tadi menjadi 1 Juta Dollar. Jadi, selama itu pula kah waktu yang dibutuhkan agar bisa hidup hanya dari saham?
Apabila dihitung, dari tahun 1956 ketika Buffett Partnership berdiri sampai pada tahun 1968 ketika ditutup, Warren Buffett membukukan kinerja rata-rata tahunan 31%, dibandingkan dengan kinerja Dow yang hanya 9.1%. Nah sekarang, silakan ukur kemampuan kita masing-masing dari sejak berinvestasi mampu menghasilkan rata-rata pertumbuhan berapa persen? Mampukah kita menghasilkan kinerja rata-rata 30% setiap tahunnya?
Sunday, June 7, 2020
Bisakah Hidup dari Main Saham? Part 1
Beberapa waktu lalu, salah seorang rekan kantor bertanya kepada Penulis tentang bagaimana cara bermain saham, apa yang harus dilakukan pertama kali dan sebagainya. Hingga muncul pertanyaan dari rekan penulis tersebut, "Bisa gak sih hidup hanya dari main saham?"
Saya jawab, "Gak bisa" 😀
"Lah yang bener?", dia balik bertanya, "Kan ada banyak orang-orang kerjaannya cuma main saham, gak perlu kerja, kaya lagi" . Penulis jawab, "Ya emang kita bisa hidup kalo main-main doang?". Lalu dia tertawa karena mengira Penulis bercanda, kemudian setelah menjelaskan perlahan-lahan sang rekan tersebut mengerti. Apa yang saya jelaskan?
Saya mempermasalahkan kata "main" pada kalimat tersebut. Coba saja lihat definisi dari "main" pada kamus bahasa indonesia. main/ma·in/ v 1 melakukan permainan untuk menyenangkan hati (dengan menggunakan alat-alat tertentu atau tidak). Ada kalimat "menyenangkan hati" di sana.
Jadi sekarang dari kalimat yang ditanyakan oleh teman saya tersebut mengandung arti saham sebagai kegiatan yang menyenangkan hati. Analoginya seperti main bulutangkis, ketika hati sudah terpuaskan dan senang ya kita berhenti main bulutangkis, nanti main lagi ketika "pengen". Jika yang Anda lakukan sehari-hari seperti ini, bisakah hidup dari main bulutangkis? Ya gak bisa, toh sekedar main doang. Tapi kalau Anda jadi atlet bulutangkis? Bisa, dan untuk jadi atlet bulutangkis Anda gak bisa dengan bermain-main doang, ada proses latihan dan pembelajaran yang serius, belajar dari kesalahan, kram kaki, keseleo, keluar uang untuk biaya sewa pelatih, lapangan, dan pengorbanan lain yang dibutuhkan.
Jadi gimana caranya biar bisa hidup dari saham?
Monday, June 1, 2020
Saham Potensi Multibagger: DOID
Saham batubara saat ini sedang tidak menarik, selain karena harga batubara yang tengah anjlok, juga karena hampir semua negara terkena impact perlambatan bahkan kontraksi ekonomi akibat pandemi Covid 19, sehingga permintaan akan batubara sebagai energi bahan baku utama yang dibutuhkan oleh industri-industri, pembangkit listrik otomatis menurun. Dan sampai saat ini masih belum tampak arah kapan akan berakhirnya pandemi ini. Sementara semboyan-semboyan new-normal mulai digaungkan, beberapa negara yang telah mulai membuka aktivitas ekonominya kembali mengalami peningkatan jumlah positif Covid-19, sehingga semboyan new-normal tadi masih akan membutuhkan waktu untuk dapat diadaptasi oleh pelaku industri. Dan apabila seandainya new-normal berhasil diadaptasi, tetapi secara nilai ekonomi tidak akan pernah sama lagi seperti sebelum masa pandemi. Terkecuali apabila vaksin atau antivirus dari Covid-19 ini segera ditemukan, maka waktu yang dibutuhkan agar ekonomi dapat pulih lagi lebih cepat.
Pandemi ini juga mengharuskan kita para investor untuk lebih berhati-hati dalam menganalisis bisnis yang akan kita pilih. Selain harus meneliti prospek industri perusahaan tersebut setelah pandemi, maka perlu diperhatikan juga resiko hutang yang dimiliki. Dari segi industri, maka sebenarnya prospek industri batubara kedepannya masih bisa dibilang positif, meskipun permintaan China akan batubara berangsur-angsur menurun, saat ini ada banyak negara berkembang yang menjadi pendorong utama menggantikan permintaan China, seperti negara-negara di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Meskipun saat ini permintaan akan batubara menurun karena memang roda industri di masing-masing negara tersebut dipaksa melambat, tapi dalam jangka menengah-panjang, batubara tetap masih akan dibutuhkan sebagai komoditas pembangkit energi di negara-negara berkembang tadi yang belakangan industrinya tumbuh sangat cepat. Dan pandemi ini bukan berarti akan menghentikan prospek tadi, tapi hanya menunda sebelum nanti keadaan berangsur pulih.
Apabila pada tulisan sebelumnya kita membahas tentang PT. Bukit Asam Tbk, yang fundamentalnya cenderung lebih solid, kali ini kita akan membahas salah satu operator tambang batubara, yaitu Delta Dunia Makmur, yang harga sahamnya terus turun dari puncaknya awal 2018 pada harga 1100an sampai mentok di 90an pada market crash Maret 2020 kemaren dan sekarang cenderung adem di 120-130an. Dibandingkan dengan PTBA yang sahamnya hanya turun setengahnya dari puncaknya pada 2018, DOID sudah turun seperseluh dari harga puncaknya. Dan jika PTBA kemungkinan besar masih akan membukukan laba (walaupun pasti tergerus) pada tahun ini, bagaimana dengan DOID? Apakah cocok menjadi pilihan saham multibagger yang potensi profitnya bisa berkali-kali lipat lebih besar dibandingkan PTBA?
Subscribe to:
Posts (Atom)