Dibandingkan dengan perusahaan "ayam-ayam" lain seperti Japfa ataupun Charoen Pokphand, MAIN ini kalah tenar dan kalah jauh secara skala bisnis maupun fundamentalnya. Berdasarkan rilis laporan keuangan Q1 2020 MAIN mengalami penurunan laba bersih -84% dibandingkan tahun lalu. Sedangkan JPFA masih mengalami pertumbuhan pendapatan dan laba, begitu juga dengan CPIN. Lalu kenapa malah bahas MAIN? Apakah prospek MAIN ini masih bagus padahal pada kuartal 1 saja yang ketika itu pandemi belum terlalu berdampak tetapi bisnis perusahaan sudah hancur-hancuran? (CPIN akan kita exclude dari pembahasan, karena valuasinya yang sudah tergolong premium, jadi kita akan lebih fokus terhadap MAIN dan JPFA)
Per maret kemaren, Malindo Feedmill membukukan penurunan pendapatan -13% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan tersebut dikontribusi dari penurunan penjualan pakan ayam sebesar -13% dan anak ayam usia sehari (one-day old chick/DOC) sebesar -29%. Dan karena kontribusi dari dua segmen tersebut sangat besar bagi pendapatan MAIN yaitu sebesar 80% maka jadilah MAIN mengalami penurunan pendapatan yang cukup dalam. Padahal penjualan dari segmen ayam pedaging sudah mulai menunjukkan perbaikan dibandingkan tahun 2019.
Penjualan MAIN Q1-2020 |
Berbeda dengan JPFA dimana kontribusi dari penjualan ayam pedaging ini sangat besar, begitu juga bisnis penjualan olahan daging ayam menjadi sosis, nugget, bakso, kornet juga jauh lebih besar dibandingkan MAIN, sehingga pertumbuhan penjualan dari kedua segmen ini saja mampu menutupi penurunan penjualan pakan dan DOC yang dialami oleh JPFA. Jadi sebenarnya secara nature bisnis sama-sama saja antara MAIN dan JPFA, penjualan pakan ternak dan bibit ayam DOC tadi sama-sama turun, penjualan ayam pedaging dan makanan olahan juga sama-sama naik, perbedaannya hanyalah kontribusi dari segmen yang naik dan turun tersebut.
Penjualan JPFA Q1-2020 |
Sebelum pandemi Covid-19, penurunan penjualan pakan dan ayam DOC ini sebenarnya disebabkan oleh over-supply jumlah ayam hidup yang terjadi di pasar sejak tahun 2017 lalu dimana pemerintah melakukan impor induk ayam besar-besaran. Efeknya terjadi setahun setelahnya ketika pasar dibanjiri oleh anakan dari induk-induk ayam yang diimpor tersebut sampai dengan sekarang. Akibatnya para peternak melakukan pemangkasan produksi ternak ayam, sehingga penjualan bibit ayam DOC tadi turun, begitu juga dengan pakan ternak.
Ketika pandemi sekarang pun, dengan penerapan ketat PSBB kemaren, permintaan terhadap ayam pedaging pun semakin turun karena masyarakat mengurung diri di rumah sehingga pasar-pasar dan supermarket sepi, restoran-restoran tutup. Jadi bisa dikatakan untuk laporan keuangan Q2 MAIN nanti sudah dipastikan semakin anjlok dibandingkan Q1. Dan, oleh karena itulah dibandingkan JPFA, MAIN ini pun harga sahamnya anjlok paling dalam ketika market crash lalu yaitu sebesar -60%, dimana pada awal 2020 sahamnya masih berada di level 1000an, dan kemaren anjlok sampai ke 400an, dibandingkan dengan JPFA yang hanya anjlok sekitar 40%.
Tapi, justru disitulah potensi multibaggernya MAIN ini lebih besar dibandingkan JPFA. ketika pada 2018 lalu MAIN membukukan kenaikan laba yang cukup signifikan, sahamnya berada pada range harga 1300-1400an selama berbulan-bulan sebelum mencapai puncaknya di 1750. Dan di harga 1300 ketika itu PBV MAIN sebesar 1.53. Dengan anggapan konservatif saja apabila MAIN bisa kembali ke level PBV 1.5 kali, maka saat ini di harga 600 dengan PBV hanya sebesar 0.65 kali paling tidak kita bisa mengharapkan kenaikan 2.3 kali lipat.
Sedangkan untuk JPFA, ketika perusahaan juga membukukan laba yang sangat bagus pada 2018, PBV sahamnya ketika itu memang sempat mencapai 3.4 kali, tapi itu berlangsung sangat singkat dan agak kurang wajar, dan dengan sedikit agak konservatif, harga JPFA normalnya ketika itu berada 2.200an dengan PBV 2.5 kali. Di harganya saat ini yaitu 1.275 dengan PBV 1.35, maka potensi gain dari JPFA tidak sampai 2 kali lipat, kira-kira hanya sebesar 80%-90%.
Nah, perlu penulis sampaikan disini, MAIN memang menawarkan potensi multibagger yang lebih besar dibandingkan JPFA, akan tetapi momentum kenaikan MAIN masih butuh waktu, paling cepat tahun depan, karena meski setelah kebijakan new normal berjalan dan pasar-pasar restoran mulai buka, tetapi butuh waktu bagi peternak untuk kemudian mulai menambah produksi ternak ayamnya dan kemudian menggenjot penjualan pakan MAIN.
Sebaliknya, JPFA seharusnya membutuhkan waktu yang lebih cepat agar bisnisnya pulih lagi, karena kontribusi dari peternakan komersil dan olahan daging ayam dari JPFA yang jauh lebih besar dibandingkan MAIN. Ketika pemerintah mulai mengkampanyekan kebijakan new normal pada awal juni lalu, pasar-pasar saat ini sudah mulai kembali, restoran dan mall-mall pun beberapa sudah mulai dibuka lagi dengan protokol tertentu, dan seiring dengan new normal ini permintaan daging ayam akan mulai perlahan pulih. Karena kontribusi penjualan peternakan ayam komersil JPFA dan produk olahannya ini sangat besar maka impactnya akan langsung terasa ke penjualan perusahaan. Jadi JPFA akan lebih dulu pulih dibanding MAIN, tapi ya itu tadi, potensi gainnya tidak akan sampai dua kali lipat karena JPFA sendiri turunnya tidak terlalu banyak dari awal tahun.
Jadi, Anda pilih yang mana?
No comments:
Post a Comment