Seperti yang sama-sama kita ketahui bahwa menjelang akhir tahun 2021 ini, BEI masih memiliki salah satu perusahaan yang akan IPO dengan modal jumbo yang berpotensi mengalahkan jumbonya IPO Bukalapak beberapa waktu lalu (yang berhasil IPO dengan raupan modal gak ngotak sebesar kurang lebih 21 Triliun), yaitu Mitratel yang merupakan anak perusahaan TLKM dan merupakan perusahaan pengelola menara telekomunikasi yang dari segi jumlah menara, terbanyak di Indonesia.
Jika dilihat dari prospektusnya (bisa didownload
di sini), Mitratel akan menerbitkan 25,5 miliar lembar saham baru dengan harga penawaran dari 775-975. Katakanlah akhirnya Mitratel IPO di harga 975, maka dana segar yang akan diperoleh oleh Mitratel sebesar hampir 25 Triliun, alias akan menjadi rekor baru lagi sepanjang sejarah IPO di BEI.
Dan dengan bisnis menaranya tadi, maka Mitratel bersaing langsung dengan TOWR dan TBIG yang sudah jauh lebih dulu melantai di bursa, dan bisa dikatakan bahwa bisnis menara ini bisnis yang cukup legit dan sangat profitable, karena TOWR dan TBIG ini perusahaannya gak pernah rugi dan selalu banjir cash serta di pasar dihargai dengan nilai super premium. Lalu bagaimana dengan Mitratel? Apakah di range tersebut harganya tergolong murah? Dan bagaimana prospeknya ke depan?
Oke, untuk mengetahui harga wajar Mitratel sebelumnya kita harus terlebih dahulu melakukan perhitungan sederhana keadaan Mitratel sebelum IPO dan setelah IPO. Pada prinsipnya kita perlu mengetahui berapa lembar saham yang akan diterbitkan dan di harga berapa. Pada tabel di bawah kita asumsikan Mitratel akan IPO di harga 975/lembar dengan jumlah lembar saham baru diterbitkan sebanyak 25,5 miliar lembar saham. Dengan asumsi ini maka Mitratel akan mendapatkan modal sebesar 24,9 Triliun dan otomatis dana IPO ini akan masuk ke saldo ekuitas Mitratel.
Dari prospektus juga kita ketahui bahwa berdasarkan LK per Juni 2021 (alias sebelum IPO), nilai ekuitas Mitratel sebesar 13,7 Triliun, dan setelah IPO maka ekuitas Mitratel akan menjadi 13,7+24,9 = 38,6 Triliun. Kemudian ekuitas setelah IPO ini kita bagi dengan jumlah lembar saham setelah IPO sebanyak 85,7 miliar lembar saham sehingga nilai buku per lembar saham Mitratel setelah IPO yaitu Rp.450/lembar saham. Dan karena IPO mitratel di harga 975, maka PBV (price/book value) di harga IPOnya adalah sebesar 2,16 kali nilai bukunya.
Dan apabila kita lihat pemberitaan media yang beredar, kita diberitahu bahwa harga IPO Mitratel ini jauh di bawah rata-rata industrinya, dimana PBV TOWR yaitu 5,35 kali dan TBIG bahkan jauh lebih besar, yaitu 6,6 kali sehingga kelihatannya sekilas memang benar bahwa IPO Mitratel ini "murah" dan jauh di bawah rata-rata industrinya. Tapiii, sebagai investor yang logis, valuasi sebuah saham tidak serta merta bisa disamakan langsung dengan kompetitornya, ada hal-hal seperti fundamental perusahaan yang perlu diperhatikan. (sebagai contoh, Agung Podomoro APLN, rasanya semua orang tahu perusahaan properti ini, berapa PBVnya? hanya 0,4. Di sisi lain, Deltamas DMAS, sama-sama perusahaan properti, berapa PBVnya? 1,9. Kenapa bisa berbeda jauh? Ya karena fundamentalnya jauh berbeda).
Oke, sekarang bagaimana cara paling cepat mengetahui fundamental perusahaan itu bagus?
Sebenarnya ada banyak indikator yang dapat menjadi tanda fundamental sebuah perusahaan bisa dibilang bagus, contohnya seperti tingkat utang rendah, profit margin tinggi, dll. Tapi salah satu yang paling powerful yaitu kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari modal yang telah "diberikan" oleh para investor, yaitu Return on Equity (ROE).
Sekarang, coba kita lihat berapa ROE TBIG? stabil di 14-16%, tidak beda jauh dengan ROE TOWR yang juga stabil di angka tersebut. Dan tidak banyak perusahaan di BEI yang memiliki ROE dengan nilai segitu dan selalu stabil setiap tahunnya, sehingga wajar jika TOWR dan TBIG dihargai premium (meskipun sebenarnya agak terlalu premium juga sih).
Selanjutnya kita tinggal menghitung ROE Mitratel setelah IPO. Berdasarkan LK Juni 2021, laba Mitratel sebesar 700 Miliar, apabila disetahunkan tinggal kita kali dua sehingga laba bersih Mitratel tahun 2021 sebesar 1,4 Triliun. Lalu tinggal dibagi dengan ekuitas Mitratel setelah IPO yang sebesar 38,6 Triliun sehingga ROE Mitratel setelah IPO yaitu sebesar 3,63%.
Kemudian tinggal bagian logisnya, apakah layak sebuah perusahaan dengan ROE 3,63% dihargai 2 kali lipat ekuitasnya? Biasanya perusahaan dengan ROE < 10% dihargai dengan PBV < 1 kali. Maka idealnya paling tidak PBV Mitratel sebesar 0,5 kali, tapi rasanya tidak pantas juga kita hargai Mitratel serendah itu karena bagaimanapun Mitratel ini likuid, IPO Jumbo, dan anak perusahaan Telkom sehingga jika kita tambahkan nilai-nilai intrinsik ini maka perkiraan PBV wajar Mitratel sekitar 1,2-1,5 kali, alias harga wajarnya sekitar 500-600an perak. Jadi berarti harga IPO sebesar 975 tadi termasuk kemahalan dong? Paling tidak menurut penulis begitu dan oleh karena itu juga penulis tidak ikut-ikutan IPO Mitratel (dan selama ini juga tidak pernah beli saham IPO, konon katanya IPO itu singkatan dari Itu Pasti Overpriced ๐).
Tapii Pak, kan kita melihat prospek ke depan, kan situ juga yang ngomong bisnis tower ini bagus, gak pernah rugi, cash melimpah, sehingga pasti Mitratel ini jaminan mutu ke depannya seperti TBIG dan juga TOWR...
Ya, perhatikan kalimat yang penulis bold. "Ke depannya" itu kan butuh waktu, sama seperti TBIG dan TOWR juga butuh waktu, yang kita lihat sekarang adalah TBIG dan TOWR yang sudah IPO sejak 11 tahun lalu, alias uang hasil IPO sudah diputar kemana-mana, bangun tower ini, tower itu, akuisisi ini dan itu. Dan itu butuh waktu, sama juga dengan Mitratel, emangnya duit 24,5 Triliun ini bisa habis dalam 3 bulan buat bangun tower dan akuisisi sana sini lalu ROEnya langsung 15%? Ya tentu tidak, butuh waktu agar ROEnya Mitratel tadi perlahan bisa naik sampai belasan persen seperti TBIG dan TOWR tadi. Dan ketika itu tercapai, barulah sahamnya layak dihargai premium. Tapi sampai manajemen berhasil membuktikan bahwa mereka piawai "memutar uang" 24,5 Triliun tadi, ya kita tidak perlu buru-buru masuk Mitratel toh?
*ps: Tulisan ini bukan ajakan untuk ikut membeli atau tidak membeli suatu saham tertentu.
This may cause you to see patterns in random sequences and proceed gambling after near misses. CMPD has teamed with federal businesses to crack down on illegal "skill arcades," which offer unregulated money payouts to winners. Gambling in South Carolina is restricted solely to casino riverboats however state legislature has proposed payments in consecutive years that would open the door to sports activities gambling. Hearst Television participates in varied web marketing} applications, which means we may receives a commission commissions on editorially chosen merchandise purchased through our hyperlinks to retailer sites. ๋จนํ์ฌ์ดํธ ๋จนํํ๋ ์ฆ The busy Classen Boulevard and 23rd Street area has plenty of businesses however no legal casinos.
ReplyDelete